Resiliensi Instruktur di Tengah Masifnya Kebutuhan Perkaderan Yang Semakin Dinamis


Oleh: Muhammad Sayyid Mushaddaq

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia telah melahirkan banyak kader-kader yang bermanfaat untuk masyarakat dan bangsa. Dalam menebarkan kebermanfaatannya, Muhammadiyah membutuhkan gerak dari akar rumput di seluruh daerah di Indonesia, tak terkecuali  dalam ranah kemahasiswaan, contoh gerakan Muhammadiyah dalam ranah kemahasiswaan adalah dengan adanya organisasi yang bernama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah . Berbicara tentang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah maka tidak asing pula jika kita berbicara mengenai perkaderan. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah organisasi otonom kemahasiswaan Muhammadiyah, maka dengan itu mau tidak mau IMM adalah tombak utama menjadi organisasi perkaderan yang ditujukan untuk meregenerasi kepemimpinan selanjutnya, baik itu untuk IMM sendiri maupun untuk kebutuhan  di Muhammadiyah.

Sebelum kita membahas mengenai masifnya kebutuhan perkaderan yang semakin dinamis sekarang ini, apalagi ditambah bahwa kita masih dalam masa transisi pandemi yang menambah beban dinamisnya pekaderan dalam beberapa tahun ini, mari kita bedah dulu tema terlebih dahulu. Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit (Reivich dan Shatté, 2002). Resiliensi dibangun dari beberapa kemampuan yang berbeda dan hampir tidak ada satupun individu yang secara keseluruhan memiliki kemampuan tersebut dengan baik. sedangkan pekaderan arti kata Kader (bahasa Yunani cadre yang berarti bingkai). Bila dimaknai secara lebih luas  berarti : Orang yang mampu menjalankan amanat. Orang yang memiliki kapasitas pengetahuan dan keahlian. Pemegang tongkat estafet sekaligus membingkai keberadaan dan kelangsungan suatu organisasi. Kader adalah ujung tombak sekaligus tulang punggung kontinyuitas sebuah organisasi. Kader adalah mereka mengikuti seluruh pengkaderan formal, teruji dalam pengkaderan informal. Lahirnya kader-kader tangguh IMM tidak terlepas dari peran pada instruktur sebagai laboratorium atau dapurnya perkaderan. Terkait urusan pengkaderan tertangkup dalam Sistem Pengkaderan Ikatan. Pengkaderan tidak akan terwujud/berjalan apabila tidak ada tim instruktur, penanggung jawab beserta panitia pelaksana, narasumber, dan yang paling utama yakni, calon kader sasaran. Sedangkan instruktur menurut pendapat Febrianto (2013) menjelaskan bahwa instruktur merupakan output dari pengkaderan ikatan secara khusus  (LID, LIM, dan LIP) yang mengelola pengkaderan formal di masing level. Instruktur juga memegang kendali, kelola, stir  orientasi, materi dan kualitas secara perkaderan sebagai proses melahirkan kader yang ideal sesuai kriteria perkaderan yang sudah disusun intruktur. Instruktur sebagai harapan masa depan IMM bahkan Muhammadiyah, karena baik atau buruknya regenerasi kader juga menjadi salah tanggung jawab instruktur. Instruktur mempunyai tanggungan sebagai pelopor keberlangsungan dalam pembentukan kader dalam lahan pengkaderan sesuai basic ranah masing-masing porsi instruktur pada tingkatan pengkaderan utama maupun khusus. Sedangkan untuk dimanis, itu memiliki makna yang sangat luas. Dinamis secara istilah yang berasal dari bahasa Belanda, “dynamisch”, di mana memiliki arti yaitu giat bekerja, tidak mau tinggal diam, selalu bergerak, serta ingin terus tumbuh. Jika didasrkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah ini juga bisa dimaknai sebagai penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dan sebagainya. Terus apa hubunganya resiliensi instruktur dengan masifnya pengkaderan yang semakin dinamis.

Kita harus tahu terlebih dahulu di mana letak dinamisnya perkaderan pada saat akhir-akhir tahun belakangan ini. Jika kita flashback sedikit 2 tahun kebelakang bahwasannya negara ini bahkan dunia ini sedang mengalami krisis kesehatan global terparah dalam kurun kurang lebih 100 tahun belakangan ini. Puncaknya pada tahun 2020 di mana sebuah virus yang mengancam kesehatan global manusia menyebar secara cepat, bahkan negara kita sendiri, Indonesia  yang tepatnya pada pertengahan Maret 2020 pemerintah Indonesia memberlakukan lockdown di kota-kota besar, dengan begitu memaksa hampir semua aspek penopang kenegaraan seperti pendidikan, industri, kantor-kantor, bahkan kantor kenegaraan memberlakukan work form home (WFH) sehingga kegiatan apa pun di lakukan dari rumah. Imbas dari kebijakan yang dikeluar mengharuskan pendidikan di laksanakan secara online maka pihak mahasiswa pun mau tidak mau juga kena imbas nya untuk melaksanakan kegiatan perkuliahan secara online dari rumah masing-masing. Ini ada dinamika pertama instruktur untuk perkaderan di mana para instruktur mau tidak mau melakukan pendekatan kepada para cakader-cakader secara online. Salah satu dari para instruktur untuk mendekatkan diri kepada cakader adalah dengan mengchat cakader lewat sosial media mereka, karena ruang pergerakan para instruktur terbatas oleh kegiatan yang serba online. Tetapi ada masalah baru yang muncul ketika transisi ini terjadi, walaupun para instruktur sudah melakukan pendekatan kepada cakader melalu chat pribadi atau sejenis, mungkin ada beberapa yang menerima kehadiran para instruktur pada hidup mereka tetapi juga ada bebera dari pada cakader yang mungkin merasa risih ketika mereka di chat oleh para instruktur sehingga cakader-cakader ini akan tidak tertarik untuk masuk ke IMM. Dinamis yang terjadi juga ketika transisi offline ke online adalah perkaderan yang dilaksanakan secara online, seperti contoh DAD online, DAM online, dll. sehingga interaksi ketika di perkaderan itu kurang maksimal, para cakader tidak mendapatkan keharmonisan dalam perkaderan tersebut. Setelah 1 hingga 2 tahun bahkan hampir 3 tahun perkaderan yang dilakukan oleh para instruktur secara online, tepatnya pada pertengahan 2022 pemerintah sudah mulai melonggarkan kebijakan lockdown sehingga semua sekolah/kampus memperbolehkan dilaksanakan secara offline/luring maka sistem perkaderan pun kembali ke sedia kala sebelum masa pandemi. Ini menjadi perubahan kedua yang terjadi di mana para instruktur kembali melaksanakan perkaderan offline/luring. Nah di sini ada problematika baru, para cakader yang dulunya melaksanakan persekolahan penuh secara online mengakibatkan mereka menjadi pasif, di karena semasa mereka sekolah sosial mereka dengan teman kelas, bahkan guru mereka sendiri yang kurang, dikarenakan sekolah online dilaksanakan hampir 3 tahun dan selama itu bisa mengubah kebiasaan mereka dalam bersosial, sehingga mereka menutup diri mereka terhadap orang baru. Dalam hal ini instruktur harus bisa memancing keaktifan bersosial para cakader dengan kegiatan yang semenarik mungkin agar itu bisa menjadi pemantik bersosial mereka. 

Instruktur saat ini harus bisa beradaptasi dengan kondisi yang tidak bisa diprediksi. Mereka harus bisa menyesuaikan diri mereka dengan kondisi yang terjadi saat kini, karena waktu akan terus berubah dan kemampuan manusia juga akan terus berkembang. Semua itu harus diimbangi dengan kemampuan instruktur yang setara dengan permasalahan yang terjadi saat itu pula. Sehingga perkaderan akan terus dinamis, berubah-ubah mengikuti apa yang terjadi dengan kondisi saat itu.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url